Wednesday, September 10, 2008

CERITA FA DAN ESHA : SUAMIKU SAYANG SUAMIKU MENYEBALKAN

Fa
Akhir-akhir ini terpikir olehku untuk menjauh saja dari Mada, Ta. Bukan saja karena ia mulai semena-mena tapi juga aku juga capek menghadapi keegoisannya. Aku bukan robot yang tak kenal lelah melaksanakan seluruh tugas-tugas yang dibebankan padanya. Sebagai perempuan aku harus pintar-pintar membagi waktu antara kewajibanku sebagai istri, ibu dan karyawan sebuah perusahaan. Berat, Ta, karena itulah aku sakit hati bila Mada mengata-ngataiku tak becus gara-gara anak-anak menangis, masakan yang kurang sedap, baju dan dasinya belum disiapakan-lah, ini salah, itu nggak bener….Aduh, kenapa ia tak bisa melihat bagaimana aku berusaha mengerjakan semua? Sedihnya tiap kali aku mencoba membicarakan keberatanku padanya ia malah naik darah dan menganggapku berani menentang suami karena jabatan dan gajiku lebih tinggi.
Ya Tuhan, Ta…bukan itu maksudku. Aku hanya ingin suamiku mengerti dan mengatasi masalah kami bersama-sama, bukannya malah mengumpat dan menghardikku sedemikian rupa.

Esha
Nggak ngerti kenapa suamiku malas banget disuruh usaha! Lihat dong ini dunia nyata, butuh dana dan biaya untuk hidup. Bukan cuma melukis ini itu yang enggak laku. Bosan aku! Apa dia enggak mikir kalo apa-apa sekarang mahal? Apa dia nggak pernah khawatir gimana sekolah Frey nanti kalau terus menerus begini? Sekolah itu mahal, Ta…pake duit semua, nggak pake daun pisang. Eh lah kok malah dia berkata dengan seenaknya ,” Rejeki ada yang ngatur, ma.”
Ugh kesal aku! Harusnya dia bisa mikir kalau dia itu tulang punggung keluarga, bukannya aku. Harusnya dia yang menopang hidup kami, bukannya aku. Ah bosaaan……..

Pinta
Saya enggak tahu harus ngomong apa mbak, saya hanya ingin Mbak tahu kalau saya mengerti gimana rasanya hidup dalam keluarga dimana ibu menjadi tulang punggungnya. Dulu, saat usaha Ayah masih jaya, Ibu bukan siapa-siapa. Tetapi saat Ibu menjadi sesuatu, usaha Ayah mundur dan tak lagi menjanjikan seperti dulu. Sebagai anak saya tahu bagaimana usaha Ibu untuk terus menempatkan Ayah sebagai kepala rumah tangga tanpa mempersoalkan kalau ia adalah penopang keluarga. Sebaliknya, tak mudah bagi Ayah untuk langsung bisa menyesuaikan diri dengan perubahan tersebut. Untunglah ayah bukan pria superior itu, yang selalu meminta dilayani oleh istrinya setiap waktu. Ayah bahkan tak canggung untuk mengasuh kami atau turun ke dapur bila ibu disibukkan oleh pekerjaannya.
Jika mbak bertanya semudah itukah beliau saling menyesuaikan diri hingga terlihat klik, kompak dan klop? Maka saya jawab enggak mbak, ada kalanya riak-riak kecil mewarnai perjalanan Ayah dan Ibu dalam menyamakan visi.
Pernah suatu hari Ta bertanya pada Ibu bagaimana caranya, Ibu hanya tersenyum dan mengatakan hal-hal yang dalam bahasa kerennya kita kenali sebagai komunikasi. Andai saja Ta yang berasa dalam posisi seperti Mbak, Ta juga enggak tahu mesti gimana (jelas aja ). Rasanya ngomong itu lebih gampang ketimbangJTa kan belum nikah mengalaminya ya? Ah semoga kalian baik-baik saja Mbak, tidak sampai mengalami perpisahan yang menyakitkan, sesulit apapun itu.


Done, 14:39, 010307
PINTA’S DAILY STORY(THE SERIES)