“Hanya dari sekilas melihat saya tahu mereka bukan pria biasa, mereka gay.”
Gimana caranya? Afin yang tulalit garuk-garuk kepala.
“Dari bahasa tubuhnya…”
Semudah itukah? Wah kok tambah enggak ngerti siiih..
“Memang gak mudah untuk mengenalinya karena secara fisik mereka biasa saja, sama seperti pria lainnya. Kamu bisa mengenalinya jika sudah terbiasa.”
Lho ? Lha si Mase kok tahu? Apa sudah pernah bergaul dengan orang-orang semacam itu. Ternyata ya, ia mengatakan beberapa bule yang dikenalnya memang gay, dan nggak jarang menunjukkan rasa suka secara terus terang padanya. Pernah ada kejadian seru saat ia mengajak seorang kawannya yang gay itu main ke kostnya, saat ia tengah ganti baju tiba-tiba si bule berkata dengan mata ternganga,” badan kamu bagus, nggak usah pake baju aja…”
Alhasil Si Mas yang ketakutan langsung mengalihkan perhatian dan buru-buru mengajak keluar.
“Saya normal, dan masih ingat Tuhan, Fin,” begitu jawabnya menanggapi ucapan iseng saya bahwa beruntung nggak terseret arus –maaf – jadi gay juga.Lantas bagaimana hubungannya dengan wanita, menurut mantan pacarnya (of course istrinya ya) dia adalah great person.
Tapi lain lagi ceritanya jika kamu ganteng, kalem tapi agak gemulai. Seseorang mengeluhkan bahwa ia acap kali ditolak bila sudah nembak seorang perempuan. Sakitkah? Wah nggak perlu jadi seorang mind reader untuk melihat betapa kecewanya hati yang cintanya tak terbalas.
Sialkah dia? Enggak juga, tapi setidaknya kita bisa meraba alasan perempuan-perempuan itu menolaknya. Ya, sebagai lelaki dia jauh dari jantan, gampangnya orang menyebutnya ‘banci’ padahal ia seorang pria normal, meskipun cara bicara dan jalannya lebih kalem dari kebanyakan pria pada umumnya. Tapi Allah Maha Besar, pada akhirnya pria ini pun menemukan seseorang tempatnya berbagi, yang berkenan menerima kekurangan dan kelebihannya. Satu pertanyaan terlontar untuk diri sendiri, bagaimana rasanya berada disamping pria-pria seperti mereka? Bisakah saya sehebat itu menerima kondisi mereka apa adanya?