Membaca blogmu membuatku tertantang melakukan sesuatu. Mendadak saja aku tergelitik untuk maju dan berani menuliskan kisah yang telah lama tersimpan dalam laju hari-hariku. Satu kisah yang kulihat, kurasakan, bahkan pernah membuat air mataku berjatuhan ketika getir itu merambat perlahan menjalari seluruh perasaan. Maka sejak itu aku terus melaju. Merelakan sebagian malamku untuk menuliskan kisah panjang itu padamu. Kantuk, lelah, dan dinginnya malam seolah terlupakan, ketika kubayangkan dirimu telah menungguku dengan karyaku.
Processor laptop yang mati dan cable box meleduk mewarnai kegigihanku. Sempat membuatku hilang semangat, karena takut tak bisa memenuhi tenggat waktu. Dalam sedih itu aku berdoa kepada-Nya, berharap semoga ada jalan Ia tunjukkan.
Dan waktu tak menunggu tapi aku justru bertemu kesulitan baru. Sebuah ujian kesabaran datang dari Tuhan, di hari ketika aku terjerembab di atas kerasnya aspal. Sejam, dua jam, tak terasakan, tapi hari berikutnya gerakku mulai tertahan ketika bengkak muncul di kaki dan jemari tangan yang lecet setelah merasakan kerasnya aspal.
“ Hah, kok bisa? Tapi aspalnya nggak baret-baret kan?” tanya seorang teman, bikin aku meringis, campuran tawa kesal dan hasrat ingin menjitak yang tak kesampaian.
Fuuh! How could I finish it? Tanyaku dalam keadaan demikian. Tapi aku tak ingin menyerah, kawan. Sudah tinggal sejengkal, tulisan ini mesti kubereskan.
Karena itu kupaksakan diri menyelesaikan kisah itu meski jari-jari agak susah digerakkan. Ketika akhirnya selesai, ternyata ngadat pula si Canon kesayangan. Tapi Allah Maha baik, kawan, ia memberiku jalan.
Dan Voila! Inilah akhirnya….
Destination Next : Jogja!Kutemui kau disana, lewat karya yang kutulis sekian lama, meski tak tahu bagaimana rupa. Semoga kisah yang kutuliskan dengan cinta itu bisa membawa keberkahan. Tak hanya padamu tetapi juga kepada orang lain yang berkesempatan membacanya pada suatu ketika.
Well, ya…resapi saja hamburan segenap rasaku yang mengalir lewat beradunya jemari dan keyboard di atas laptop. Aku tahu banyak saingan yang maju bersama-sama kehadapmu berusaha meraih simpati dan acungan jempolmu. Tapi aku tak berkecil hati karena itu. Apapun hasilnya, biarlah semua berjalan seperti apa adanya.
Karena ku mengerti sesungguhnya Allah maha tahu apa yang terbaik untukku. Jika kalah aku bangkit dan mencoba lagi tapi bila aku menang semoga Allah menjauhkanku dari ketakaburan. Tetap seperti Afin Yulia yang orang-orang kenal.
Terima kasih untukmu. Karena tulisan itu membuatku tergoda untuk menulis cerita. Tanpa sadar keinginan itu telah melecut keberanianku, membuatku maju untuk mengejar cita-cita yang selalu tersemat di lembar mimpiku.
Terima kasih juga untuk Babe dan Bunda yang membiarkanku tenggelam di depan laptop sekian lama, Raka untuk si Toshiba, dan Wendy untuk Compaq-nya.
Terima kasih juga untuk dua orang sahabat kecil yang hebat, Pipin dan Naam, Ustadz-ku tempatku bertanya banyak hal, juga pada Nesa dan Cinta Astari yang sering bertanya ,” Udah selesai belum ceritanya?”
Andrea Hirata dan Heru Gundul, yang jadi penyemangat tiap kali aku bosan dan pusing tengah malam. Kadang-kadang aku melihat kalian lalu berbincang seolah kenal. Menuliskan sesuatu seolah aku tahu kalian. Padahal enggak tuh, Wew it sounds crazy isn’t it? Suatu hari aku ingin bertemu kalian, berbincang tentang banyak hal. Tak hanya bisa melihat dari gambar.
Juga kepada buku-buku seperti La Tahzan, Nashaihul Ibad, Thomas Alva Edison, Qanaah : Obat Anti Stress, Berbahagialah, Tajwid, Ta’lim Muta’alim, other books dan ponsel jadulku (yang berguna ketika aku butuh browsing hadist-hadist penting). Bersama-sama mereka-lah KERLIP BINTANG DI LANGIT KELAM terselesaikan.
But Above All, Allah is the best. Terima kasih. Ternyata yang pahit tak selalu berakhir buruk. Selalu ada sisi baik dari kesulitan yang Kau kirimkan.
“ Fabi ayyi alaa’i robbi kuma tukadzdzibaan…Nikmat mana yang kau dustakan?” tanya-Nya padaku tiap kali aku menggerutu kekurangan.
picture taken from http://www.computeractive.co.uk/