Malam tahun baru, dan hujan deras menderu bersama desau angin yang berputar-putar menghembus kota kecilku. Halilintar menggelegar, keras menghantam entah apa.
Tak ada yang kulakukan selain menyembunyikan diri dalam selimut tebal bersama kompie di sebelah bantal. Modar dah! Genteng black out, gelap menyusur dan melingkupi kotaku seperti hantu.
Baru jam 12 malam listrik hidup kembali, sholat sebentar sambil meneteskan embun kecil-kecil saat bercerita pada Empunya Alam, Sang Kekasih Tengah Malam, Sang Kekasih Maha Dahsyat, yang membuat manusia (aku, kamu dan mereka) takkan berarti apa-apa jika Ia tak inginkan kita berada di dunia. Setelahnya kembali aku menghabiskan waktu di depan kompi hingga jam 3 pagi. Lalu ketiduran sampai sholat subuh kelewatan (memalukan!).
Terima kasih Maha Akbar, atas setiap kejadian yang kualami setahun ini. Aku lelah Tuhan mengejar bintang, selama ini itulah yang kulakukan untuk jadi sesuatu. Aku sedih Tuhan karena ia tak juga tergenggam meski aku berusaha meraihnya. Selalu saja udara kosong yang terangkum tiap kali aku menggapai-gapainya karena bintangnya kejauhan.
Aku lupa Tuhan, jika setiap manusia bisa jadi bintang. Kenapa bintang? Karena bintang selalu terang karena pijar cahyanya sendiri tak seperti bulan yang memantulkan cahya mentari untuk jadi berarti. Tak ada yang tahu apakah ia masih berenang di kehampaan jagad raya, karena sesungguhnya hanya cahayanya yang tersampai ke mata kita. Bisa jadi bintang itu sudah tak ada lagi, karena yang kita tangkap adalah cahaya akhir kehidupannya yang tersampai 10 tahun cahaya kemudian. Hebat kan kau bahkan masih bias merasakan kehadirannya meski ia telah memenuhi siklus kehidupannya, dimana ada kelahiran maka ada kematian.
Tahun sudah berganti, dan selamat mengarungi hari-hari
No comments:
Post a Comment