Seratus empat belas email Engkau kirimkan Tuhan, tapi selalu kulewatkan karena lebih asyik membaca milis-milis junk atau email dari gebetan
Seratus empat belas email Engkau kirimkan Tuhan, tapi jarang kuperhatikan karena aku sibuk dengan chatting dan blogging yang tak berkesudahan.
Seratus empat belas email kau kirimkan Tuhan, tapi selalu berakhir dengan pengingkaran seperti nasib janji kencan kita yang sebanyak lima tiap harinya.
Seratus empat belas email Engkau kirimkan tuhan tapi membacanya pun aku enggan, karena novel dan komik lebih mengasyikkan.
Tapi ketika sakit mendera, ketika lelah menyeruak jiwa aku datang padamu dengan tersedu. Mengadu penuh rasa haru berbareng dengan hujan rintik-rintik yang menjatuh dari pipi ke sela jari.
" Apabila manusia ditimpa bahaya dia berdoa kepada kami dalam keadaan berbaring, duduk atau berdiri, tetapi setelah Kami hilangkan bahaya itu daripadanya, dia ( kembali) melalui (jalannya yang sesat) seolah-olah dia tidak pernah berdoa kepada Kami untuk (menghilangkan) bahaya yang telah menimpanya," peringatmu kala itu, menukil ayat 12 dari surat Yunus, email-Mu yang kesepuluh.
" Maka nikmat mana yang kamu dustakan?" tanyamu merujuk salah satu ayat yang tertera dalam Ar-Rahman, email-Mu yang ke-55 , mengingatkan aku atas kebahagian yang aku punya saat aku menggerutukan ketidakadilanmu atas harapan yang meleset dari jangkauan.
" Apa yang kau tunggu lagi gadis kecil? Jangan tunggu mengucap syukur atas nikmat yang kuberikan hingga matahari digulung dan gunung-gunung dihancurkan ," kembali kau ingatkan aku lewat At-Takwiir, email ke-81 yang baru kubuka sekarang.
Seratus empat belas email Engkau kirimkan Tuhan, mulai dari Al Fatihah hingga An Naas, dan aku begitu sombong hingga tak pernah menulis email balasan.
Banyuwangi, 31 Agustus 2008; 13;36
picture taken from www.e-picworld.com
No comments:
Post a Comment