Iseng memang identik dengan konotasi negative, tapi iseng yang ini lain. Iseng yang ini biasanya menghasilkan kepuasan. Terutama untuk diri sendiri yang suka gatal jika buku bacaan sudah habis dan hanya diam bertopang dagu tak ada yang dilakukan.
Cerita bermula saat akhir bulan. Nggak punya uang, tapi pengen macam-macam. Eits! Bukan macam-macam pake tanda kutip lo, hanya ingin punya sweater rajutan. Masalanya saya tak bisa merajut. Sewaktu minta diajari tante kecil pun ia bilang cuma bisa dasar-dasarnya saja. Cukup untuk membuat pita atau tatakan vas di meja.
Tapi penyakit gila saya sedang kumat! Baru diajari sehari bikin rajutan saya sudah membuat pola baju diatas kertas koran. Pola yang asal saja, karena saya tak tahu apa-apa soal bikin-membikin pola baju walau bapak saya penjahit.
Kres, kres, kres!
Pola baju saya gunting. Sebentar kemudian mulai merangkai rantai-rantai dari benang wol dengan dasar yang diberikan tante saya. Satu, dua…oke juga. Seterusnya nekat saja walau tanpa guru tempat saya bertanya lebih lanjut atau buku cara merajut (saya baru beli bukunya lamaaa setelah berhasil merajut 3-4 baju).
Akhirnya dalam kurun waktu tiga bulan sweater itu jadi juga. Selama itu bolak-balik saya gagal. Setidaknya tiga kali rajutan yang sudah setengah jadi saya bongkar. Ada saja yang tidak pas, mulai bingung gimana caranya bikin lengan, lehernya mesti diapain, sampai satu sisi sweater panjang sebelah pun terjadi. Untunglah, kegilaan saya tidak surut selama itu. Rasa tertantang untuk menyelesaikannya membuat saya terus bertahan sampai saya bisa bilang…LHA INI DIA SWEATERNYA!
“ Waa, lucu!” kata temannya teman waktu saya main dikosannya. Melihat sweater saya dia ingin membelinya. Tapi saya tak mengijinkannya. Saya ingin menyimpan hasil rajutan saya yang pertama.
Selesai proyek itu aku kelimpungan lagi. Mau bikin apa lagi? Oh tas, aku pengen bikin tas! Tapi tasnya harus berbeda. Tidak sama dengan lainnya. Dari bahan apa ya kira-kira? Oh, tanggalan saja. Kan banyak tuh yang sudah tak terpakai. Akhirnya mulailah saya gerilnya. Bongkar-bongkar tanggalan lama.
Mula-mula kita ukur si tanggalan, lalu dipotong segitiga panjang. Baru dipelintir menjadi untaian manik-manik. Usaha pertama jelek. Ternyata tidak bagus jika saat menggulung manik-manik terlalu banyak lem. Baru percobaan kedua ketiga manik-manik mulai terlihat cantik.
Proses kedua, setelah manik-manik dari tanggalan bekas terkumpul adalah sortir warna. Ini dah yang lumayan bikin mata belekan. Saya kumpulkan sendiri-sendiri untuk masing-masing gradasi warna. Mulai dari warna tergelap sampai termuda.
Proses ketiga adalah merangkainya. Nah ini nih yang bikin repot! Saya ndak punya ketrampilan merangkainya. Berbekal imajinasi dan iseng yang membara saya coba saja, meski lagi-lagi harus bongkar pasang hanya untuk membuat satu tas saja.
Hasilnya, boleh juga.
Proyek selanjutnya adalah tas kain. Karena saya nggak pintar menjahit akhirnya Bapak-lah yang jadi korban. Saya minta bantuan Bapak menyatukannya setelah saya selesaikan hiasannya. Hiasan berupa bunga itu dari kain perca yang saya sulam pinggirnya. Kok telaten ya? Hahahah, benernya enggak juga. Saya sering tinggalkan itu dan baru diteruskan kalo ‘mood’ merajalela.
Setelah tas kain perca saya pengen aja bikin tas kedua. Masih dari kain perca juga, hanya kali ini kainnya dibentuk bulat-bulat. Bikin bulat-bulatnya nggak susah, hanya lama. Setelah terkumpul baru disusun diatas karpet berdasarkan warna, baru dijahit tangan satu per satu. Berapa lama? Plus minus sih dua sampai tiga bulan, karena saya nggak selalu focus disana.
Pas hari raya, ibu bilang ingin punya toples cantik seperti yang dijual di toko. Ternyata kain serupa jala yang diperlukan untuk menghias toples cukup mahal juga. Saya putar otak, saya pengen toples tetap cantik tapi dengan bahan yang lebih murah. Akhirnya saya nemu kain mirip kelambu di toko. Harganya semeter sepuluh ribu. Setelah barang sehari dua hari dibiarkan, ide muncul dengan sendirinya. Lalu voila! Toplesnya jadi juga. Berhias daun dari kain perca coklat yang disulut lilin pinggirnya dan pita keemasan biar matching sama kain kelambunya.
Iseng yang lain kumat waktu main ke tempat Vita. Saya lihat jilbabnya cantik banget dengan sulaman timbul di bagian kepala. Ah, pengen coba ah, pikir saya setelah sampai di rumah. Berbekal buku panduan cara menyulam, saya mulai bergerak. Awal-awal kaku. Apalagi kain jilbab kan setipis itu, harus ekstra hati-hati agar sulaman tak merusak kain. Belum lagi menerjemahkan teori di buku diatas selembar kain itu ternyata bikin saya pusing. Sempat sulaman terbengkalai beberapa kali, karena saya baca itu buku berulang kali. Dan inilah hasilnya, meski jauh dari sempurna tapi ini karya saya.
Nah bagaimana denganmu. Jika muncul rasa gatal dihatimu, diakibatkan penyakit iseng melandamu. Pergilah! Lakukan sesuatu yang kau inginkan. Tentu saja yang positif ya? Jika tak tahu caranya, cari tahulah. Tinggalkan sejenak jika ketemu dengan kendala. Biasanya dari situ kita temukan jalan keluarnya. Sok tahu ya saya?
Hehehehe, lah saya kan sudah mencoba lebih dulu to ya…
No comments:
Post a Comment