Sunday, November 6, 2011

MENJOLOK WANITA DENGAN "A" PLUS


1.044.570 0 0 0 0

“Mau nunggu apa kamu itu? Mausampai karatan?” celetuk seorang teman
Lainnya menyahut dengan tenang,”Kau ini pria atau bukan?”

Damn!
Mereka meragukan kejantanankukurasa. Tapi aku hanya tersenyum seperti biasa. Tak perlu menjawab. Untuk apa? Jawabanhanya akan membawa mereka menggiringku menjawab pertanyaan lainnya. Dan akumalas menjawabnya.

Sebenarnya jauh dalam hati aku jugairi. Dengan kebahagiaan yang mereka miliki
Anak, isteri, rumah…hmm, nyamankurasa memilikinya. Terbayang betapa nikmat kala penat meruyak istri menyajikansecangkir kopi hangat. Ditingkahi celoteh khas kanak-kanak yang bening murnitanpa beban. Dinaungi rumah mungil berhalaman luas dengan rumput hijaumenghampar

Tapi siapa?
Menemukan seseorang yang menerimakuseperti apa adanya. Menerima masa laluku dan segala konsekwensinya. Tak semudahmembalik telapak tangan

“Menginginkan perempuan dengan A(akhlak) yang baik juga perlu usaha, Buddy,”kata seorang kawan lama.
 “Menginginkan perempuan semacam ini tidakseperti menjolok jambu atau mangga didepan rumah. Butuh usaha. Setelah kaukirim proposalmu pada-Nya, kau harus membuktikan bahwa dirimu layak mendapatkannya.Layak dalam artian kau bisa jadi pemimpinnya, qawwam-nya— wanita yang kau pinta. Lengkapi dirimu dengan A(akhlak) yang baik pula. Apa itu? Kurasa kau sudah  memahaminya. Jangan lupa persenjatai dengandoa.  Lalu presentasikan dirimu padanya. Tunjukkanbahwa kau pria yang bisa melindunginya. Dan bukannya tiran yang akan merantaikakinya.
Maka “belilah ia” dengan akad yangbaik, bayarlah dengan mahar yang halal,” katanya sambil menatapku penuh arti.
“Kenapa? Kelihatannya kau tak yakinbegitu?” ia tertawa, aku tertohok karenanya.

Kau benar kawan, aku tak yakin bisamelakukannya.
Aku ini siapa?
Kau tau bukan bagaimana aku di masasilam? Aku bukan pria “baik-baik” itu, kawan. Cap jelek sudah menempel eratpadaku. Sulit aku lepaskan itu meski aku sudah berubah. Ingat kan, waktu akucerita ada seorang ibu yang terbiri-birit dan berteriak memakiku saat akuhendak menolongnya hanya karena tato di tubuhku?

“Tuhan itu sesuai persangkaanmu, Buddy. Maka berpikirlah positif. Pintasaja pada-Nya perempuan yang A-nya baik itu? Memang secara harfiah, calonmertua mana pun bakalan ogah mempercayakan anaknya sama kamu. Wong  bagi mereka labelmu “Berbahaya” gitu. Casing-muitu bikin calon mertua mana saja langsung pasang tanda “RED ALERT”. Tapi itunurut logika manusia. Tuhan lain, jek. Tuhan raja manusia. Tak ada yang takmungkin baginya. Jika ia menginginkan sesuatu jadilah maka jadilah! Kun fayakuun,sob!” Ia menepuk bahuku.

“Memang susah prosedur mendapatperempuan dengan A-baik. Tapi perempuan semacam ini harganya memang mahal.Tuhan kalau mau ngasih gak sembarangan. Wajar to kalau Dia memberikannya itupilih-pilih? Iya nggak?” katanya lagi.

Aku tertawa. “Iya,” sahutkudiantara derai tawa.

“Ngomong-ngomong “dia” sudah ada?”
“Siapa?”
“Inceranmu.”
Aku diam, tertawa keras laluberkata ,”Belum.”
“Ealaaah… belum to?”
“Belum,” aku tersipu.
Temanku tertawa. Kami tergelakberdua.


251011, 05:36
Pic taken from : kateblogsworth.wordpress.com

No comments:

Post a Comment