Thursday, February 22, 2007

CERITA RICO : SORRY, I CAN’T…..

Terima kasih kamu mengagumiku, menyukaiku, bahkan mengejarku dengan gagah berani. Tak terhitung berapa banyak bunga yang kau kirim untukku, tapi maaf tak satupun membuatku terpesona. Soalnya aku alergi bunga, tiap kali membauinya aku langsung bersin. Maaf…
Oh ya aku juga tak boleh melupakan kebaikanmu atas sederetan hadiah yang sayangnya harus ku tolak. Aku tahu kamu jauh dari jelek, kamu sangat good looking hingga digandrungi banyak pria-pria tampan, yang tak segan menghujanimu dengan pujian bahkan segunung hadiah. Namun sayang aku tak tertarik padamu. Gimana lagi kamu bukan tipeku. Tahu kenapa? Karena kita sama-sama pria. Itu saja.

Done, 220207,15:23

PINTA’S DAILY STORY(THE SERIES)


Saturday, February 17, 2007

CERITA SI KUDA PUSAKA

Alkisah kuda tua itu disebut Jaka Lara. Maklum didapat kala lara(=sakit) atau sengsara jaman baheula. Kata Bapak sih sebelum muncul kuda-kuda baru yang lebih keren, sepeda itu adalah pangeran di jamannya. Tapi semakin kesini semakin kesini, kuda tua itu tambah keriput, sudah nggak jaman dengan warna yang hitam pudar. Ketika saya tanya kenapa Bapak tidak membeli adik baru buat kuda kami, beliau menjawab,” Nunggu sawah di atas pohon bendho panen.”
Lha iya memangnya ada sawah nangkring diantara ranting pohon bendho? Mbok nunggu sampai kiamat ya nggak ada. Jadi intinya kata-kata Bapak itu kiasan dari hil yang mustahal….

Terus terang, Bapak menyayangi betul kuda tuanya. Dengan tangan dinginnya beliau menjaga agar si kuda tetap sehat di masa tuanya, sehingga bisa terus menjalankan kewajibannya sebagai tunggangan kami sekeluarga. Wajar, soalnya tanpa dia kami nggak bisa kemana-mana. Ialah yang berjasa mengantar kami pergi ke sekolah, dan seabreg kegiatan lainnya.

Tapi bagaimanapun juga hari perpisahan itu tiba juga. Dasar nggak rejeki si butut malah dicuri orang. Ck, ck, ck…apes betul pencuri itu, masa ndak lihat kalau si tua itu sudah sakit-sakitan. Jelas dia itu pencuri yang baru dapat SIM (surat ijin mencuri). Saya yakin dia bakal keteteran campur ngos-ngosan plus misuh-misuh (baca mengumpat) membawa kuda curian berbahan bensin campur (campur dorong maksudnya). Jujur saja cuma kami yang bisa membujuknya berjalan kencang, karena cuma kami yang paham seluk beluk si kuda tua. Tahu sendiri kan kalau kami sudah bersama-sama sejak dia baru lahir dari dealer hingga akhirnya dia dicuri orang. Ah akhirnya tutuplah kisah kuda pusaka kami, semoga si pencuri tidak menjualnya sebagai besi tua gara-gara putus asa. Semoga dia tetap menjualnya utuh sebagai penghormatan atas jasa-jasanya sebagai tunggangan kami sekeluarga.

Sekian lama berlalu…Thok! Thok! Seorang petugas berdiri di depan pintu kami. “ Oh ya Pak, kok pajak sepeda Bapak tidak pernah dibayarkan?” katanya setelah kami persilakan masuk. Semua langsung celingukan.
“Lho Pak…mau bayar pajak gimana? Lah wong sepedanya sudah digondol orang lama.”
“Oh…”
Hahahahaha….kami langsung terbahak begitu si petugas melenggang pergi. Oalah hitam, hitam meski sudah nggak ketahuan dimana kamu merumput kini, ternyata pajakmu masih ditanyakan.


Sunday, February 11, 2007

FAIR IS PAS PORSINYA

“Kira-kira siap nggak kalau suatu ketika suamimu poligami?”
Heh? Kepikiran aja enggak. Tapi akhirnya saya jawab juga pertanyaan itu,”Nggak tahu, lha belum pernah ketemu. Tapi semoga tidak, kenapa?”
Bundanya Firda kemudian bercerita, alkisah seorang perempuan yang sebelumnya menjadi istri kedua seorang pria, berubah status saat istri pertamanya meninggal dunia. Mengapa? Karena jika dulu ia jadi madu, kini ganti ia-lah yang dimadu lantaran sang suami menikah lagi.

Suatu ketika, sepulang dari haji, istri kedua si pria menelfon di tengah perjalanan pulang bahwa ia telah menyiapkan sambutan berupa selamatan besar di rumahnya. Si pria pun memutuskan untuk pulang ke rumah istri mudanya, sementara si istri tua ia biarkan pulang sendirian. Tahu apa yang terjadi kemudian? Si Ibu ( istri tua) pulang ke rumah dengan cara sembunyi-sembunyi, tak berani menampakkan kepulangannya saat siang hari.
Ndilalah, suatu hari saya iseng buka-buka Tarjamah Al Qur’an, mencari suatu ayat yang dikatakan Pak'e beberapa waktu lalu, tapi nggak ketemu juga hingga mata saya terantuk pada Surat An Nisa’ 129 yang artinya :
“Dan kamu sekali-kali tidak akan dapat berlaku adil diantara isteri-isteri(mu), walaupun kamu sangat ingin berbuat demikian, karena itu janganlah kamu terlalu cenderung (kepada yang kamu cintai), sehingga kamu biarkan yang lain terkatung-katung, dan jika kamu mengadakan perbaikan dan memelihara diri (dari kecurangan), maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”

Waduh, kok kayaknya mirip sih dengan cerita Bundanya Firda ya, gumam saya sendirian sambil berandai-andai saya menjadi Pak Haji, Bu Haji, dan Si Madu.
Andai saya Pak Haji, meski keputusannya akan menyakiti si Istri Tua, akan sulit rasanya menolak todongan si Madu. Coba bayangkan betapa mubazirnya selamatan besar itu jika Si Bapak tak datang, bisa-bisa perang besar pun tersulut gara-gara itu. Si Madu sendiri saking bahagia dan bangganya karena sang suami telah kembali dari tanah suci, langsung saja mengadakan acara penyambutan tanpa konfirmasi dulu dengan suaminya bagaimana baiknya jika tiba di rumah nanti. Sementara Si Bu Haji, secara positif (terlepas dari rasa malu karena dibiarkan pulang sendiri oleh suami), sesungguhnya ia berusaha untuk menjaga nama sang suami di mata khalayak. Bayangkan saja betapa repotnya bila orang-orang bertanya ,” Dimana Pak Haji?Kok pulang sendiri?”

Tapi apapun itu, soal poligami atau bukan, keadilan itu tidak gampang. Mudah diomongkan tapi sulit direalisasikan. Andai saya Adalah Ibu Haji saya nggak yakin bisa bersabar diri,bisa-bisa Pak Haji jadi DENDENG PAPI, bukannya dendeng sapi lagi. Haaak!! Ciaat! Bet..bet! Dikuliti, dibersihkan, dicampur bumbu, terus dikirim ke tujuan. Beres kan?
Tiba-tiba seekor lalat lewat dan bedengung," Pantas still single fighter,lah wong niatnya dah jelek genee..."
Brupp! Saya sikat lalat itu dengan sigap, dan ia pun terkapar sekarat.

(Hehehehe...yang terakhir cuma imajinasi, mana ada lalat bicara sih?)

Monday, February 5, 2007

SAAT LUANG






Wii segar! Tapi awas buah-buahan itu palsu, terbuat dari kaos bekas dan kain perca yang digunting sesuai pola. Baju itu tadinya polos tapi karena ingin beda akhirnya diberi aplikasi sulaman pita, yang ilmunya didapat melirik dan melihat diam-diam pada seorang penjahit terkenal. Tasnya bukan hasil bordiran, hanya sulaman tangan. Jangan tanya berapa lama membuatnya yang jelas mata, tangan, dan pinggang sampai pegal-pegal dey. Taplak berhias bunga dari kain perca itu juga sulaman tangan, bukannya bordiran. Sayangnya saya enggak bisa menjahit jadi harus minta bantuan saat merangkai tas dan merapikan pinggiran taplak meja.

Mulanya semua tak percaya kalau hasil kerajinan tangan itu adalah buatan saya. Wajar, kebanyakan orang berpikiran mana mungkin saya yang dianggap tomboy ini bisa mengerjakan keterampilan demikian. Kok pegang benang dan jarum untuk menyulam, masak aja paling-paling nggak bisa, ya kan? Hehehehe, whatever lah, meski enggak jago saya bisa melakukan keduanya (kalo lagi kumat rajinnya). Ini buktinya…(Oh ya by the way jangan dilihat tanggalnya, maaf yang ngeset tanggal dodol, masih juga 2005 padahal dah 2007)

Nah kalau stiker Escoret.Net itu jelas bukan bikinan saya. Stiker sakti itu kiriman keponakan saya, Dik Pepeng (iya dong, soalnya dia menyebutku Budhe). Lah kok sakti? Ini terbukti saat motor Pepeng terluka parah hingga terbelah, si stiker teteup nangkring di tempatnya dengan manis. Orangnya? Nggak tahu sih, tapi dari suaranya yang kenceng saat mengatakan “Uasem ki!”, saya rasa sih baik. Paling-paling lecet dikit plus lebam biru disana-sini… :D