Selembar mimpi tercetak dalam rangkaian gambar. Tentang keinginan seorang perempuan akan pria pujaan. Tak terlalu tampan, seorang pecinta alam, tak canggung berpelukan dengan kesederhanaan, bahkan orang-orang biasa yang ia temui di jalan. Adakah dia dalam nyata? Lalu bersama-sama bergabung membentuk satu kesatuan, di atas rumah mungil di atas bukit, dengan halaman depan yang penuh pepohonan. Menyejukkan pandang, tempat dua bocah kecil, laki-laki dan perempuan berguling-gulingan di rerumputan. Memanggilnya dengan keriangan agar bergabung di atas permadani hijau tebal menghampar, milik alam. Dari kebun belakang pria itu muncul, bermandikan peluh tapi ceria saat menatap perempuan itu dan dua buah hatinya.
“ Lihat apa yang Ayah bawa,” pria itu tersenyum lebar, memberikan sekantung strawberry dari kebun belakang.
Dua bocah itu berlari saling mendahului, mencoba tiba lebih dulu untuk mengambil kantung harta karun dari Ayahnya, yang berkulit kecoklatan, yang berwajah ramah menyenangkan.
Perempuan itu nyengir melihat keriuhan didepannya. Ia biarkan lelaki yang gambarnya pernah menghiasi lembar mimpinya itu menghadapinya. Ia abaikan tatapan memohon bantuan darinya, ditempatnya ia berdiri, tersenyum geli melihat dua bocah kecil itu meminta gendong ayahnya.
“ Besok kita kemana, Yah?” sang putri kecil penuh harap.
“ Umm, kemana ya?” Ayah pura-pura berpikir keras.
“ Adik pengen ke kali, Ayah,” jagoan kecil mengeluarkan pendapatnya.
“ Kenapa?” Sang Ayah memandangnya antusias.
“ Mengail ikan, berenang…asyikkk!” jagoan kecil melonjak riang.
Sang Ayah tersenyum. “ Kamu, Putri?”
Sang putri mengangguk.
Perempuan itu tersenyum, dua buah hatinya ternyata punya kecintaan yang sama dengan alam sama seperti sang ayah. Hanya kadang ia khawatir jika mereka bertiga tak juga pulang hingga petang menghampar. Terlebih jika hujan deras turun menghias. Sering ia ingatkan suaminya tentang hal itu, tapi pria itu hanya tertawa. Lalu nyengir kuda, membuat hatinya luluh seketika.
“ Apa yang kau takutkan di dunia ini?” Tanya pria itu, saat mereka berduaan memandang bintang di atas atap rumah mereka.
“ Kehilangan kalian,” perempuan itu menatapnya. Rasa panas mengaliri sudut matanya.
“ Ah, kau ada-ada saja.”
“ Kalian bertiga punya kesukaan yang sama, begitu suka dengan alam. Aku takut kalian meninggalkan aku sendiri disini dan tidak kembali.”
“ Aku mencintai alam, tapi aku tahu kapan pulang. Seperti seorang surfer professional, ia selalu suka berpelukan dengan ombang laut yang menantang, hanya saja mereka selalu tahu kapan kembali ke tepian,” pria itu tersenyum menenangkan.
Gemintang berkerjapan. Ditingkahi suara gitar yang didentingkan pria itu, terdengar lagu yang dinyanyikannya dengan nada sumbang. Perempuan itu tertawa. “Kayaknya, aku saja yang benyanyi, Yah. Suaramu payah,” ujarnya sembari tertawa gelak.
Pria itu melotot. Tak serius, dan perempuan itu tergelak.
“ Kau mungkin tak tahu, aku mencintaimu bahkan sebelum kita bertemu. Mengagumi kisah-kisah perjalananmu. Kagum akan pengetahuanmu tentang bagaimana survive di alam, yang tak pelit kau tularkan pada orang. Aku heran kenapa demikian. Toh kita tidak kenal, tapi saat melihat gambarmu aku tahu kaulah pria yang kucari itu.
Tapi detik-detik waktu berlalu dan harapku bertemu denganmu terkikis waktu. Hingga pada suatu masa kau tiba tanpa kuduga, saat aku bahkan tak memikirkannya. Aku masih ingat bagaimana tercengangnya aku saat kau berkata-would you marry me-saat itu. Rasa panik dan bingung menguasai hatiku.
Seharusnya aku bahagia, kau mengucapkannya padaku. Tetapi anehnya aku malah menangis dan berlari darimu. Kau tahu, aku ketakutan waktu itu. Berusaha meyakinkan diriku bahwa yang kudengar itu bukan impian, tapi kenyataan. Aku berusaha mencari kebenaran itu di matamu. Tapi gayamu yang terlihat biasa, bahkan cenderung tak serius sebagai orang yang mengajak untuk mengarungi lautan kehidupan berdua, membuatku kecewa. Kau hanya bercanda, pikirku kecewa.
Tapi ketika kau menyatakan untuk kedua kalinya, aku disadarkan bahwa proposalmu itu betulan. Sebab setahuku jika tidak penting, kau jarang mengulang pertanyaan.
Dan sekarang disinilah kita, berdua. Diatas rumah mungil berkarpet hijau segar, ciptan Allah yang Akbar. Dengan seorang putri dan seorang jagoan yang meramaikan dunia kita dengan segala jeritan, pertengkaran, dan tawa yang menyegarkan,” batin perempuan itu tatkala suaminya nekat menembangkan sebuah lagu tentang alam, tak kalah sumbang dari yang awal.
Only story, inspired by my daily funny story
Cerita di balik cerita
Thanks to Ilo, Nessa, and Cinta Astari who asked me ,” Who is this guy, Fin?”
Aku ingat di hari mereka bertanya itu aku celingukan sambil tertawa. Mene ketehe? Aku ndak mengenalnya…Oh ya aku memajang gambarnya di lembar mimpi ( selembar kertas yang kutempeli rangkaian gambar yang melukiskan cita-citaku ke depan), suka juga mengikuti ceritanya, tapi dia aku tidak mengenalnya sedetil dalam cerita. It was my imagination, guys! Kalau pun aku menulisnya, hanya sebuah kebetulan saja. Obrolan dengan teman dan harapan suatu hari aku bias sepertinya membuatku menulisnya. Itu saja.
Hwahahahaha! Aku kian tergelak ketika mereka berkata ,” Yaelah, kupikir dia….”
“ Special man in my life gitu?” batinku menyahutinya. Waduuh…only in my dream ya (tapi kalo kejadian juga nggak pa-pa hahahaha!).
“ Jadi siapa dia?” tanya Cinta.
“ Pssst, off the record ya…” kataku sambil mengetikkan satu nama yang bikin Cinta Astari terkekeh-kekeh karenanya sembari menuliskan kalimat tentangnya yang dengan gampang kuartikan sebagai “dia memang laki-laki banget!”.
Kwakakakaka, aku kembali tertawa. Terlebih ketika Nessa bertanya ,” Jadi lo kenal dia…”
“ Gyahahahahaha!!!” aku tak bisa menahan tawa, disaksikan oleh komputer dan mouse yang mengerjap-ngerjap ceria.
No comments:
Post a Comment