seharusnya memperingati hari kemerdekaan topik bahasannya ya tentang hari kemerdekaan plus keriaannya, tapi aku kok malah ingat Bali Blast I. Aku memang takkan lupa hari itu, karena teman-teman janjian ke kuta. Biasa ke Hardrock, heheheheee... bukan kok kita cuma di depannya aja. Duduk nyantai di trotoar sepanjang pantai kuta sambil lihat manusia berbagai warna yang tumplek blek di sana menikmati malam. Tau sendiri kan gimana kuta kalau malam, ramai seperti siang. Eh sialnya nggak tahu kenapa kita nggak jadi kesana. Alhasil kita malah duduk-duduk di teras sampai malam, sambil bertanya-tanya kenapa jalan di depan kami mendadak ramai.
Paginya kami dengar orang-orang bicara tentang bom di Kuta. Kita langsung ingat semalam, wah jangan-jangan orang-orang yang lalu lalang semalam itu disebabkan oleh bom itu. Teve pun langsung dinyalakan, nggak pake nunggu lama semua orang langsung sesenggukan melihat berita yang terpampang. Menurut reporter, bom sebenarnya ada dua, satu di Renon dan satu di Kuta. Lel terhenyak, semalam ia dan Sasi lewat sana bahkan sempat prihatin melihat Renon yang indah jadi ajang pacaran muda-mudi. "Ck, klo gini di bom aja kali, " batinnya tanpa bermaksud apa-apa. Ia bersyukur karena bom tidak meledak terutama saat ia lewat, tapi sekaligus sedih karena sempat berpikir demikian.
Keadaan di Bali mendadak jadi serba tidak enak, banyak razia KTP dan KIPEM dimana-mana terutama untuk pendatang seperti kami. Jalan-jalan pun banyak yang diblokir dan harus memutar via jalan lain bila ingin kesuatu tempat. Polda Bali dan AFP pun sibuk setelah bom terjadi. Ini pula yang membuat suami Mbak Nurulita yang bekerja di Bagian Forensik Polda Bali jadi sering pulang larut.
Sasi yang sempat mampir ke Sanglah, menceritakan kalau banyak mayat-mayat di lorong-lorong RS. Sanglah. Begitu juga yang berada di tenda-tenda. Ia bahkan wanti-wanti jangan nekat kesana kalau nggak tega dan penakut, sebab kondisi disana bikin kita nggak doyan makan dan tidur nyenyak.
Kami memang bersyukur saat itu Allah tak mengijinkan kami pergi, kalau saja terjadi mungkin kami sudah celaka. Entah karena gelombang panik manusia atau kena ledakan bomnya. Bayangkan dua ratus meter dari sana kita masih bisa melihat kerusakannya. Kami melihat sendiri bagaimana mobil ice cream terkenal rusak berat meski terparkir jauh dari lokasi bom.
Menurut cerita, kepala Si Sopir tak pernah ditemukan sampai jasadnya dikuburkan. Sari Club sendiri sudah musnah, tanpa bekas. Bangunan disekitarnya rusak berat. Di Paddy's cafe beberapa botol masih berdiri di salah satu meja bersama beberapa minuman energi, sementara
kondisinya di dalamnya rusak parah. Bekas-bekas kebakaran bisa terlihat di seluruh ruangan.
Andai saja para pengebom itu pernah mendengar seorang bocah kecil berkata,"Bapak Komang di PHK, kak". Andai saja mereka sempat mendengar si Putu mengeluh, " Besok Putu nggak les lagi, kak, tempat bapak bangkrut". Andai saja mereka tahu anak-anak yang trauma jika malam tiba .Andai saja mereka ingat, bahwa merdeka berarti bebas dari rasa takut dan duka ya..Andai saja mereka pernah kembali dan melihat akibatnya, mungkin mereka merasakan kepedihan di mata mereka dan berjanji takkan mengulanginya lagi
Paginya kami dengar orang-orang bicara tentang bom di Kuta. Kita langsung ingat semalam, wah jangan-jangan orang-orang yang lalu lalang semalam itu disebabkan oleh bom itu. Teve pun langsung dinyalakan, nggak pake nunggu lama semua orang langsung sesenggukan melihat berita yang terpampang. Menurut reporter, bom sebenarnya ada dua, satu di Renon dan satu di Kuta. Lel terhenyak, semalam ia dan Sasi lewat sana bahkan sempat prihatin melihat Renon yang indah jadi ajang pacaran muda-mudi. "Ck, klo gini di bom aja kali, " batinnya tanpa bermaksud apa-apa. Ia bersyukur karena bom tidak meledak terutama saat ia lewat, tapi sekaligus sedih karena sempat berpikir demikian.
Keadaan di Bali mendadak jadi serba tidak enak, banyak razia KTP dan KIPEM dimana-mana terutama untuk pendatang seperti kami. Jalan-jalan pun banyak yang diblokir dan harus memutar via jalan lain bila ingin kesuatu tempat. Polda Bali dan AFP pun sibuk setelah bom terjadi. Ini pula yang membuat suami Mbak Nurulita yang bekerja di Bagian Forensik Polda Bali jadi sering pulang larut.
Sasi yang sempat mampir ke Sanglah, menceritakan kalau banyak mayat-mayat di lorong-lorong RS. Sanglah. Begitu juga yang berada di tenda-tenda. Ia bahkan wanti-wanti jangan nekat kesana kalau nggak tega dan penakut, sebab kondisi disana bikin kita nggak doyan makan dan tidur nyenyak.
Kami memang bersyukur saat itu Allah tak mengijinkan kami pergi, kalau saja terjadi mungkin kami sudah celaka. Entah karena gelombang panik manusia atau kena ledakan bomnya. Bayangkan dua ratus meter dari sana kita masih bisa melihat kerusakannya. Kami melihat sendiri bagaimana mobil ice cream terkenal rusak berat meski terparkir jauh dari lokasi bom.
Menurut cerita, kepala Si Sopir tak pernah ditemukan sampai jasadnya dikuburkan. Sari Club sendiri sudah musnah, tanpa bekas. Bangunan disekitarnya rusak berat. Di Paddy's cafe beberapa botol masih berdiri di salah satu meja bersama beberapa minuman energi, sementara
kondisinya di dalamnya rusak parah. Bekas-bekas kebakaran bisa terlihat di seluruh ruangan.
Andai saja para pengebom itu pernah mendengar seorang bocah kecil berkata,"Bapak Komang di PHK, kak". Andai saja mereka sempat mendengar si Putu mengeluh, " Besok Putu nggak les lagi, kak, tempat bapak bangkrut". Andai saja mereka tahu anak-anak yang trauma jika malam tiba .Andai saja mereka ingat, bahwa merdeka berarti bebas dari rasa takut dan duka ya..Andai saja mereka pernah kembali dan melihat akibatnya, mungkin mereka merasakan kepedihan di mata mereka dan berjanji takkan mengulanginya lagi
No comments:
Post a Comment