Sorry! Aku tak berani mengatakan "G..." itu, kurasa lebih baik kau membaca ceritaku untuk tahu artinya...
Namanya Med! Aku mengenalnya sejak kecil dan tahu betul siapa dia, sebaliknya diapun begitu. Ketika lulus SMA Med yang pintar memutuskan untuk bekerja karena ekonomi keluargana yang pas-pasan tak mengijinkannya meneruksan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.
" Suatu hari aku akan kuliah, Put. Uang dari kerja akan kutabung dan akan kususul kau nanti," katanya dengan yakin sehari sebelum berangkat ke Bali.
Aku mengepalkan tanganku untuknya saat itu, memberinya semangat sebagai seorang sahabat. Lalu tahun berganti, Med tak pernah kembali sampai aku lulus dari DIII Pariwisata.
Tetapi hari itu secara tak terduga kami dipertemukan kembali. Aku cukup terkejut saat menyadari ternyata tamu yang kulayani sahabat lamaku sendiri. Iya Si Med! Tapi aku menelan kekecewaan, dia bahkan tak menoleh kepadaku. Seolah aku tak ada tiba-tiba ceplok...ia mencium bule seksi yang datang bersamanya. Jangkrik! Aku mengumpat lirih. Sejak kapan sahabat kecilku secuek itu mencium orang lain? Kemana perginya cowok alim yang suka beradzan di musholla itu? Sungguh... aku kecewa saat itu.
Setelahnya aku tak pernah bertemu Med lagi atau berharap bertemu dengannya dalam sambutan yang hangat. Namun entah bagaimana tanpa dinyana tiba-tiba Med muncul di tempat kostku.
" Hai," sapaku sambil bertanya-tanya dalam hati bagaimana ia tahu dimana aku tinggal.
"Hi, Put... Ini aku."
" Masa? Ah bukan deh... kayaknya orang lain," selorohku.
Ia tersenyum malu. "Maaf untuk hari itu ya...Aku nggak bermaksud cuek sama kamu. Tapi aku malu saat itu. Aku bukan lagi orang yang sama seperti dulu. Banyak kejadian menimpaku dan aku sudah berubah. Aku akan menceritakannya suatu hari," katanya terdengar sedih.
Aku agak kaget mendengarnya. Apa yang dimaksudkannya itu? Sayang sebelum aku sempat bertanya, tiba-tiba ponselnya berdering dan ia tergesa-gesa pergi setelah berbicara singkat dalam bahasa Perancis dengan si penelfon. Aku mengernyit. Dia bicara bahasa Perancis? Sejak kapan? Kurasa ada banyak hal yang tak kutahu tentang Med lagi...
Sejak percakapan itu Med hilang blas! Ia tak pernah muncul lagi, sampai suatu Jumat malam ia datang k tempat kostku. Untung saja aku sedang off, sehingga ada di rumah. Kalau tidak pasti kami tak bertemu.
"Yuk ikut aku, Put."
"Kemana?
"Ayolah..." ia langsung menyeretku pergi.
"Tapi aku belum ganti.."
"Nggak penting!"
Sesaat kemudian kami sampai di pantai Kuta, seperti biasa tempat ini ramai sekali. Orang-orang berseliweran disana-sini.
"Aku mau cerita, Put," katanya sembari menenggak vodka ketika kami duduk di pasir.
Aku tercengang. Lho? Kok Si Med doyan minuman model begini, padahal dulu bir saja ia tak mau. Jangankan itu rokok saja tak pernah disentuhnya.
"Maaf aku minum dulu. Kalau tidak begini aku tidak berani," katanya sambil menenggaknya sekali lagi.
"Aku gigolo, Put."
"Hah?! Aku melonjak kaget.
"Iya. Aku gigolo... Pertama datang kesini aku kerja serabutan, jadi buruh bangunan, apapun, Put, supaya dapat uang. Suatu hari datang kabar dari rumah, tumor yang dideritanya kian membesar dan harus dioperasi. Dalam kondisi bingung seorang teman yang sudah lama di bisnis ini mengajakku. Aku pusing, Put..tapi aku harus berbuat sesuatu. Dan aku melakukannya, sejak itu semua berubah," matanya berkaca-kaca. Rasa trenyuh menggugah hatiku dan bertanya mengapa ini justru terjadi pada anak sebaik dia.
"Kupikir cuma sekali dua kali kulakukan, tapi ternyata sampai hari ini aku tak berhenti. Kau tahu kan, sejak Bapak meninggal akulah yang harus bertanggung jawab pada ibu dan adik-adikku. Kulakukan ini karena inilah cara termudah cari uang besar."
Aku tak mampu berkata-kata. Aku terpaku dan terdiam disebelah Med.
" Itu sebabnya aku pura-pura tak mengenalmu saat itu. Aku malu kau melihatku dalam kondisi begitu. Dan aku mohon tolong jaga rahasia ini untukmu sendiri, jangan ceritakan apapun kepada ibuku. Biarlah beliau berpikir aku tetap sebaik dulu. Jika suatu saat kau bertemu denganku dengan tamuku lagi tolong pura-puralah tak mengenalku, Put. Anggaplah aku orang lain."
Usai ia menumpahkan perasaannya ia terdiam. Begitu juga aku. Ingin sekali aku menghiburnya tapi tak tahu harus bagaimana. Kurasa aku terlalu terkejut mendapati sahabat kecilku bekerja sebagai gi....Ah sudahlah aku tak sanggup mengatakannya.
Dan malam itu adalah malam terakhir aku bertemu Med. Med menghilang begitu saja seolah ditelan bumi. Terkadang aku sedih jika mengingatnya, tetapi cukup paham mengapa ia tak mau bertemu denganku. Kuharap ia baik-baik saja, seperti harapan seorang sahabat lama.
Namanya Med! Aku mengenalnya sejak kecil dan tahu betul siapa dia, sebaliknya diapun begitu. Ketika lulus SMA Med yang pintar memutuskan untuk bekerja karena ekonomi keluargana yang pas-pasan tak mengijinkannya meneruksan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.
" Suatu hari aku akan kuliah, Put. Uang dari kerja akan kutabung dan akan kususul kau nanti," katanya dengan yakin sehari sebelum berangkat ke Bali.
Aku mengepalkan tanganku untuknya saat itu, memberinya semangat sebagai seorang sahabat. Lalu tahun berganti, Med tak pernah kembali sampai aku lulus dari DIII Pariwisata.
Tetapi hari itu secara tak terduga kami dipertemukan kembali. Aku cukup terkejut saat menyadari ternyata tamu yang kulayani sahabat lamaku sendiri. Iya Si Med! Tapi aku menelan kekecewaan, dia bahkan tak menoleh kepadaku. Seolah aku tak ada tiba-tiba ceplok...ia mencium bule seksi yang datang bersamanya. Jangkrik! Aku mengumpat lirih. Sejak kapan sahabat kecilku secuek itu mencium orang lain? Kemana perginya cowok alim yang suka beradzan di musholla itu? Sungguh... aku kecewa saat itu.
Setelahnya aku tak pernah bertemu Med lagi atau berharap bertemu dengannya dalam sambutan yang hangat. Namun entah bagaimana tanpa dinyana tiba-tiba Med muncul di tempat kostku.
" Hai," sapaku sambil bertanya-tanya dalam hati bagaimana ia tahu dimana aku tinggal.
"Hi, Put... Ini aku."
" Masa? Ah bukan deh... kayaknya orang lain," selorohku.
Ia tersenyum malu. "Maaf untuk hari itu ya...Aku nggak bermaksud cuek sama kamu. Tapi aku malu saat itu. Aku bukan lagi orang yang sama seperti dulu. Banyak kejadian menimpaku dan aku sudah berubah. Aku akan menceritakannya suatu hari," katanya terdengar sedih.
Aku agak kaget mendengarnya. Apa yang dimaksudkannya itu? Sayang sebelum aku sempat bertanya, tiba-tiba ponselnya berdering dan ia tergesa-gesa pergi setelah berbicara singkat dalam bahasa Perancis dengan si penelfon. Aku mengernyit. Dia bicara bahasa Perancis? Sejak kapan? Kurasa ada banyak hal yang tak kutahu tentang Med lagi...
Sejak percakapan itu Med hilang blas! Ia tak pernah muncul lagi, sampai suatu Jumat malam ia datang k tempat kostku. Untung saja aku sedang off, sehingga ada di rumah. Kalau tidak pasti kami tak bertemu.
"Yuk ikut aku, Put."
"Kemana?
"Ayolah..." ia langsung menyeretku pergi.
"Tapi aku belum ganti.."
"Nggak penting!"
Sesaat kemudian kami sampai di pantai Kuta, seperti biasa tempat ini ramai sekali. Orang-orang berseliweran disana-sini.
"Aku mau cerita, Put," katanya sembari menenggak vodka ketika kami duduk di pasir.
Aku tercengang. Lho? Kok Si Med doyan minuman model begini, padahal dulu bir saja ia tak mau. Jangankan itu rokok saja tak pernah disentuhnya.
"Maaf aku minum dulu. Kalau tidak begini aku tidak berani," katanya sambil menenggaknya sekali lagi.
"Aku gigolo, Put."
"Hah?! Aku melonjak kaget.
"Iya. Aku gigolo... Pertama datang kesini aku kerja serabutan, jadi buruh bangunan, apapun, Put, supaya dapat uang. Suatu hari datang kabar dari rumah, tumor yang dideritanya kian membesar dan harus dioperasi. Dalam kondisi bingung seorang teman yang sudah lama di bisnis ini mengajakku. Aku pusing, Put..tapi aku harus berbuat sesuatu. Dan aku melakukannya, sejak itu semua berubah," matanya berkaca-kaca. Rasa trenyuh menggugah hatiku dan bertanya mengapa ini justru terjadi pada anak sebaik dia.
"Kupikir cuma sekali dua kali kulakukan, tapi ternyata sampai hari ini aku tak berhenti. Kau tahu kan, sejak Bapak meninggal akulah yang harus bertanggung jawab pada ibu dan adik-adikku. Kulakukan ini karena inilah cara termudah cari uang besar."
Aku tak mampu berkata-kata. Aku terpaku dan terdiam disebelah Med.
" Itu sebabnya aku pura-pura tak mengenalmu saat itu. Aku malu kau melihatku dalam kondisi begitu. Dan aku mohon tolong jaga rahasia ini untukmu sendiri, jangan ceritakan apapun kepada ibuku. Biarlah beliau berpikir aku tetap sebaik dulu. Jika suatu saat kau bertemu denganku dengan tamuku lagi tolong pura-puralah tak mengenalku, Put. Anggaplah aku orang lain."
Usai ia menumpahkan perasaannya ia terdiam. Begitu juga aku. Ingin sekali aku menghiburnya tapi tak tahu harus bagaimana. Kurasa aku terlalu terkejut mendapati sahabat kecilku bekerja sebagai gi....Ah sudahlah aku tak sanggup mengatakannya.
Dan malam itu adalah malam terakhir aku bertemu Med. Med menghilang begitu saja seolah ditelan bumi. Terkadang aku sedih jika mengingatnya, tetapi cukup paham mengapa ia tak mau bertemu denganku. Kuharap ia baik-baik saja, seperti harapan seorang sahabat lama.
No comments:
Post a Comment