Friday, January 14, 2011

KEPITING VS KALAJENGKING

Jam 23.00. Aku dan Kee masih belum bisa menutup mata, saling diam tanpa satupun yang mulai pembicaraan. Blah! Seharusnya bukan begini ceritanya, batinku sambil mengingat kembali kisah-kisah romantis yang pernah kubaca….

Lalu, setelah perjalanan cinta yang berliku akhirnya, Kepiting Vs Kalajengking pun bersatu. Mereka disatukan dalam satu pernikahan yang indah, penuh bunga dan tawa bahagia. Ketika malam tiba, sang pengantin kembali ke peraduannya, saling pandang penuh cinta dan kemesraan yang tak bisa kau bayangkan sebelumnya.

“ Oh, kanda…aku sangat bahagia bisa bersatu denganmu,” ucap Kepiting sambil menggelendot manja.

“ Demikian juga aku, Dinda. Setelah hari ini tanpamu duniaku akan hampa,”

“ Oooh, Kanda…”

“ Oooh, Dinda…”

Sang mempelai berpelukan sedemikian eratnya. Saat mata mereka beradu, mereka tahu inilah saatnya untuk memadukan cinta tulus suci mereka. Lalu tangan pun tergenggam kian era, sementara wajah mereka kian dekat, kian dekat, kian dekat…Dan…

Gubraak!!

Lamunanku buyar. Kulihat disudut Kee memucat, sambil menunjuk-nunjuk pada mahkluk alien yang muncul di depannya.

“ Ran!” Kee merapatkan diri ke tembok, ketika mahkluk sialan itu mendekat.

“ Raaan!! Aaah, jangan kelamaan!”

Bentar deh, Tuan Besar! Aku sedang mencari penebah nih. Duh, kemana sih penebah? Biasanya ada di dekat tempat tidur, kok ini enggak? Ah, tidak tahu kalau orang lagi butuh!

“ Ran!!! Buruan udah nggak tahan!” Kee mulai histeris.

Ah, apa boleh buat tak ada penebah sandal kamar pun jadi. Maka dengan segenap tenaga aku menghantam alien berkumis panjang itu. Sayang sang alien berkelit, tubuhnya yang ramping menghindar dengan cepat lalu terbang menuju Kee tersayang. Kee geragapan, dengan jijik ia kibas-kibaskan bajunya sambil berteriak kencang ,” Raniya, geliiiii!!”

Pak! Dzziiinggg! Bug! Ciaaaatt!

Sang alien pun kalah telak. Ia tak berdaya diujung sandal kamar warna merah muda.

“ Sudah?” Kee setengah berbisik.

“ Nih!” aku mengacungkan alien yang kini tak jelas bagaimana bentuknya setelah kupukul segenap tenaga.

“ Iuuuh…,” Kee bergidik ngeri.

Tanpa prasangka membuka pintu kamar, hendak membuang tuan Cocroach, alien dari negeri kegelapan. Ketika pintu terkuak, baaaa…Ada banyak wajah yang nongol disana.

“ Ngapain?” aku dan Kee melongo heran.

“ Hehehehe, enggaaaak,” sahut semua orang, kompakan.

Aku merasa tak nyaman, terlebih ketika mereka meneliti diriku dan Kee dengan seksama mulai ujung rambut hingga ujung kepala. Ada apa? Aku menengok ke diriku sendiri. Kurasa baju yang kupakai normal saja. Celana bulukan dan kaos yang tak jelas warnanya apaan, sungguh nyaman untuk tidur malam. Sementara Kee bangga dengan baju kesayangannya, celana sedengkul yang warnanya pudar dan kaos kumal karena terlalu sering di cuci-kering-pakai.

“ Kok nggak kayak gambaran pengantin yang sedang beradu kekuatan?” bisik seorang tante sambil membuat gesture yang kau bisa artikan sebagai seseorang yang tengah bercinta

“ Lah yang seru tadi kenapa ya?” bisik saudara lainnya, sembari ngeloyor sendiri-sendiri.

Aku dan Kee tertawa.

“ Hahahaha! Penonton kecewa, dikiranya itu tadi jeritan-jeritan bercinta!” Kee cekikikan sambil memegang perutnya, begitu juga aku sebelum kami sadar kalau itulah yang harusnya terjadi antara dua orang berlainan jenis dalam satu kamar setelah tadi siang dinikahkan secara resmi.

“ Makasih ya atas pertolonganmu tadi,” katanya setelah tuan Cocroach melayang keluar.

“ Iya.”

“ Ngapain ya enaknya sekarang?” Kee berpikir keras.

Bercinta? Aku geli sendiri memikirkannya.

“ Kok mukamu jadi merah muda kenapa, Ran?” Kee mengernyit heran.

Oh ya? Sejelas itukah yang terlihat dimukaku?

“ Mikir apa kamu?”

Aku menggeleng malu.

“ Kamu mikirin itu ya?” Kee membuat gesture dua burung sedang bercumbu.” Seperti yang dipikiran orang-orang tadi?”

Kee nyengir kuda. Tersipu-sipu setelahnya. Mendadak kecanggungan terasa mengental, membuat kami berdua beringsut saling berjauhan. Satu-satu, entah siapa yang mulai dulu, langsung menarik selimut dan berusaha tidur. Sayang, otak dan hati tak sejalan. Mata malah sulit terpejam ketika menyadari ada orang lain disebelahmu, yang bernafas, hangat dan memakan sebagian besar luas tempat tidurmu.

“ Ran? Sudah tidur atau…?”

“ Apa?”

“ Heran nggak sih kamu, kita bisa kawin gini.”

“ Salah, kita memang resmi menikah. Tapi kawin? Oh belum. Menurut ilmu biologi yang namanya perkawinan itu adalah pertemuan antara sperma dan ovum. Gitu.”

Cepluk! Bantal cinta melayang ke muka. Bikin aku ilfil lalu serta merta menendang dengkulnya.

“ Aww! Sakit tahu?!” ia melotot sambil memencet hidungku.

“ Wuuuh!” aku balas melempar bantal.

Sebentar kemudian suasana kamar jadi berantakan. Dua orang dewasa yang tak mau kalah saling serang, sambil cekikikan dan ejek seperti dulu, saat kami masih berjaya jadi mahasiswa…

“ Ran, bangun Ran!” seseorang menggoyang-goyangkan badanku.

Aduuh, nih orang minta ditelan! Tahu nggak sih kalau empunya kamar masih pengen berlayar di alam mimpi?

“ Ran, sudah pagi! Ayo bangun bangor!”

“ Apa seeeh!” aku menepiskan tangan itu.

“ Raaaan!!” teriakan maha dahsyat, menyambar telinga. Menyeretku agar membuka mata, dan kulihat Kee the cool case di depan mata! Hwaaaa! Ngapain sih nih orang! Dengan panic aku meraih selimut dan mengusirnya agar keluar. Kok bisa sih kamu dikamarku? Jangan-jangan kamu mau memperkosaku? Hiiiyyy, aku beringsut takut.

“ Raniya! Batereimu lemah ya? Ngapain pake ngusir aku? Aku ini suamimu, ingat?! Kee berkacak pinggang.

Oh ya ampuun, iya. Kemarin siang kami kan dinikahkan, kok bisa lupa daratan ya?

“ Sorry, lupa.”

“ Ayo, banguuuun! Kita mau ke Bali kan sekarang?”

Bali? Oh iya, aku dan Kee sudha merencanakan untuk honey moon disana. Tanpa ba-bi-bu lagi aku langsung melesat pergi. Dan mendapati senyuman aneh di luar sarangku.

“ Apa sih?” aku menaikkan alis.

“ Nggak,” riri sepupuku cekikikan melihat rambutku yang awut-awutan.

“ Apa?”

“ Gimana? Seru nggak semalam?”

“ Seru,” sahutku asal, menyadari mengarah kemana perkataan mereka.

“ Rasanya gimana? Selangit gak?”

“ Geli.”

“ Oh ya?” semua mendekat, penuh harap.

“ Kalau nggak percaya tanya tuh, Tuan Besar. Dia aja ampe jejeritan.”

“ Kok malah kebalik? Bukan kamu?”

“ aku kan gak takut kecoa, ngapain jerit segala. Timpuk pake sandal kan beres.”

“ Lho? Kok kecoa? Apa hubungannya?” Riri garuk-garuk kepala. “ Yang bikin geli itu apa?”

“ Kecoa, saudara. Semalam kita berdua perang melawannya. Emang apaan?”

”Oalaaahh….” Mata-mata yang tadi bersinar ingin tahu, langsung berubah jadi mata yang penuh tawa.

“ Kalian pikir…” aku memakai bahasa isyarat untuk bercinta.

Mereka mengangguk serempak.

“ Yaelah, keburu nggeloso karena capek, bo… Lagian kalau dilaksanakan semalam kalian pasti cari dengar. Kita kan udah paham, makanya nunggu pas honey moon di bali ajah.”

“ Hmmmmmm…Bisa aja alasannya.”

No comments:

Post a Comment