Sunday, January 27, 2008

HALAMAN-HALAMAN TERAKHIR SEBUAH DIARY

Aku pikir diary itu kosong saja, tapi ketika halaman-halaman terakhir terbuka justru disanalah cerita bermula…

17.23 (15 November’ 07)

Kau hunjamkan senyum itu untukku. Pedih merayapi dada dan entah kenapa seperti patah hati kurasa. Kau suarkan tawa itu renyah itu lantas melenggang riang bersamanya.

Fine, I’m fine…tapi air mata ini berderai, membadai hujan. Hei, kenapa begini? Bukankah aku sudah menyiapkan untuk kejadian terburuk hari ini? Bukankan aku tahu cinta itu tak pernah untukku? Dunia memang tak runtuh saat kau pergi. Pohon-pohon masih juga berdiri di tempatnya.

Tapi sepasang sayap pengharapan yang selalu kupasang telah patah di hempas kenyataan.

Sejujurnya takkan mudah untuk memutihkan kembali kertas putih yang pernah memerah muda. Bagaimanapun usahanya tetap akan ada jejak tertinggal disana.

18.30 (23 November ‘07)

Serpihan hati ini kupeluk erat

Akan kubawa sampai ku mati

Memendam rasa ini sendirian

Ku tak tahu mengapa aku tak bisa melupakanmu

Kupercaya satu hari nanti

Aku akan merebut hatimu

Walau harus menunggu sampai ku tak mampu menunggumu lagi

(Utopia)

Aku pernah mendengar mereka berkata Tuhan ,“ Jika kau memikirkan sesuatu setiap hari tanpa henti, sesungguhnya kau tengah menghipnotis diri, percaya suatu ketika harapan itu akan terjadi.”

Walau begitu jika kejora itu bukan untukku, biarkan hatiku meredupkannya. Menempatkannya pada posisi yang seharusnya. Bukannya terus bermimpi meraihnya.

22.39 (07 Desember ‘07)

angin berhembus mengantarkan bayangannya

Aku berusaha menjangkau tapi hanya ada kosong belaka

Ia tak ada, ia tak nyata

Hempaskan kekeraskepalaanku

Menunjukkan kenyataan di depan sana

Segelintir pahit menusuk, menikam hati dan menyadarkanku

Kenyataan tak pernah semudah impian

Dia bukan milikku

06.17 (25 Desember ‘07)

Ia bertanya apa aku baik-baik saja? Kemana aku sekian lama nggak menengok dunia maya

I lied to him, book…

Aku tidak baik-baik saja. Semangat itu sudah tak ada lagi. Seluruh ide itu terasa kering dan mati. Onlen dan ngeblog jadi tak berarti lagi.

Aku bilang aku ingin tetap jadi temannya. I lied to him, book…

Aku tak ingin jadi temannya. Karena kau tahu aku ingin berada disisinya sebagai bintang hatinya.

Oh, Aku lelah, aku menggigil…

Kenapa ini?

21.00 (10 Januari ‘08)

Aku rindu suara gitar, book…temani aku menyanyi lagunya Chrisye ya?

Surgamu bagai air mengalir

Basahi panas terik di hatiku

Menerangi semua jalanku

Kurasakan tentramnya hatiku

…….

Aku lelah, aku melihat rumah

Tapi mengapa tak ada ibu dan ayah?

Kemana Ka dan Dy?

Kututup buku harian itu dan bertanya-tanya sendiri siapa pria ini. Apakah dia pria yang sama yang membuatmu menangis dipunggungku hari itu, yang kau ceritakan sebagai the craziest guy you ever knew? Diakah yang membuat semangatmu terus membara menantang kanker di tubuhmu? Diakah yang membuatmu tak takut menjalani khemoterapi lagi?

Mungkin ia tak tahu pengaruhnya terhadapmu, tapi aku tahu betul bagaimana matamu menjadi hidup jika kau ceritakan tentangnya. Adakah dia dalam deretan nama-nama blogger yang tertulis dalam link-mu?

Kamu telah pergi, dan blog ini takkan sama lagi. Ingatkah kamu ketika kita garis bawahi kalimat yang berbunyi “ mudik adalah kematian dan kampung halaman adalah Tuhan Sang Pemilik” dalam Surat Cinta Al-Ghazali waktu itu? Kurasa inilah yang kini kau lakukan, kau pulang dan kembali ke kampung halaman tempatmu berasal.

I love you, Kak…

Ka

Done 9.02 (260108)

Wednesday, January 2, 2008

BINTANG DAN HARAPAN

Photobucket


Malam tahun baru, dan hujan deras menderu bersama desau angin yang berputar-putar menghembus kota kecilku. Halilintar menggelegar, keras menghantam entah apa.
Tak ada yang kulakukan selain menyembunyikan diri dalam selimut tebal bersama kompie di sebelah bantal. Modar dah! Genteng black out, gelap menyusur dan melingkupi kotaku seperti hantu.

Baru jam 12 malam listrik hidup kembali, sholat sebentar sambil meneteskan embun kecil-kecil saat bercerita pada Empunya Alam, Sang Kekasih Tengah Malam, Sang Kekasih Maha Dahsyat, yang membuat manusia (aku, kamu dan mereka) takkan berarti apa-apa jika Ia tak inginkan kita berada di dunia. Setelahnya kembali aku menghabiskan waktu di depan kompi hingga jam 3 pagi. Lalu ketiduran sampai sholat subuh kelewatan (memalukan!).

Terima kasih Maha Akbar, atas setiap kejadian yang kualami setahun ini. Aku lelah Tuhan mengejar bintang, selama ini itulah yang kulakukan untuk jadi sesuatu. Aku sedih Tuhan karena ia tak juga tergenggam meski aku berusaha meraihnya. Selalu saja udara kosong yang terangkum tiap kali aku menggapai-gapainya karena bintangnya kejauhan.

Aku lupa Tuhan, jika setiap manusia bisa jadi bintang. Kenapa bintang? Karena bintang selalu terang karena pijar cahyanya sendiri tak seperti bulan yang memantulkan cahya mentari untuk jadi berarti. Tak ada yang tahu apakah ia masih berenang di kehampaan jagad raya, karena sesungguhnya hanya cahayanya yang tersampai ke mata kita. Bisa jadi bintang itu sudah tak ada lagi, karena yang kita tangkap adalah cahaya akhir kehidupannya yang tersampai 10 tahun cahaya kemudian. Hebat kan kau bahkan masih bias merasakan kehadirannya meski ia telah memenuhi siklus kehidupannya, dimana ada kelahiran maka ada kematian.

Tahun sudah berganti, dan selamat mengarungi hari-hari