Friday, July 30, 2010

Ganbatte, My Man!!

Photobucket



Dia satu-satunya pria yang dengan lantang kupanggil sayang, bukan karena persaudaraan, bukan juga karena hubungan percintaan tapi karena persahabatan. Ia Ia-lah orang yang membuatku menangis bukan karena hatiku telah dipatahkan tapi karena ia tegar, tak pernah mengeluh atau menangisi keadaan. Selalu bilang— aku kuat dihadapan orang. Sering bercanda seolah dunianya baik-baik saja. Padahal di dalam sana, di kepalanya ada penyakit yang menggerogotinya. Penyakit yang pernah membuatnya divonis segera tutup usia, oleh seorang dokter yang hanya manusia biasa yang sama tak tahunya dengan saya dan orang lainnya tentang rahasia jodoh, rizki, dan mati.

Kehidupan telah membawakannya gelombang lain di saat yang sama. Gelombang bernama perpisahan dengan seorang perempuan yang telah menjadi ibu dari anak-anaknya.
“ Ini jalan yang terbaik, jika kami terus bersama tak ada jaminan hubungan kami sebaik sebelumya. Terutama bagi anak-anak. Jalan kami sudah berbeda,” kisahnya suatu ketika.
“ Kami sudah membicarakan semua. Kami berjanji perpisahan ini akan baik-baik saja. Tak ada satupun yang berubah, kecuali perasaan dan pola hubungan kami kami. Dan kami memegang komitmen itu. Tahu nggak, tak ada yang tahu perpisahan ini sampai setahun setelah perceraian kami,” katanya lagi.
“ Hah? Anak-anakmu gimana?” tanyaku.
“ Untuk urusan kedua anakku, aku dan istriku selalu bekerja sama. Tak ada yang berubah, kami masih bertemu dan telfon-telfonan kok. Rasanya lebih nyaman sekarang. Kami jadi seperti saudara saja,” sahutnya.

Aku tersenyum mendengarnya. Kisah perceraian semulus ini jarang terjadi. Bukankah kebanyakan saling menyakiti? Tak ada lagi situasi bernama kedamaian, jika sudah menyangkut perceraian. Tapi kalian membuktikan sebaliknya. Salute!

Salute juga kuhaturkan untuk gaya santainya setiap kali bercerita tentang penyakitnya. Dari caranya bercanda, ia seolah mengirimkan pesan kepada kami kawan-kawannya agar berhenti mengkhawatirkannya.
“ Aku nggak apa-apa, aku oke saja, aku kuat,” katanya di berbagai kesempatan, padahal malam sebelumnya ia drop dan mimisan.

Sebaliknya aku yang harusnya justru memotivasinya, malah terseret haru-biru. Meneteskan air mata dan membuatnya perlu menelfonku pagi-pagi untuk memastikan kalau aku tak apa-apa sehabis menelfonnya malam sebelumnya.
“ Nggak, kok. Aku emang cengeng, nanti juga baikan,” sahutku tenang.
“ Jangan…jangan nangis, kamu nggak boleh cengeng,” katanya. “ Aku nggak enak kalau kamu nangis.”
Saya tertawa sambil mengusap mata air. Harusnya aku dong yang memberi penguatan, lah kok sebaliknya. Piye to iki? Aku benci deh kalau begini, nih mata air harusnya udah kering tapi kok netes lagi?

Tetap semangat, Sayang. Teruslah berjuang. Jangan menyerah mencari kesembuhan. Aku senang mendengar perkembanganmu yang sekarang. Aku yakin Allah akan memberi jalan, pada orang-orang yang tak pernah menyerah pada keadaan. Satu hal yang harusnya dokter itu belajar, agar lain kali lebih cerdas bila mengatakan kebenaran. Barangkali ia harus ikut pelatihan Law Of Atraction, agar tahu bahwa pemikiran negative yang ia transfer itu justru membawa keburukan. Lain halnya jika ia menyampaikan dengan cara yang positif pada orang, pasti pasiennya akan termotivasi untuk berjuang habis-habisan melawan penyakitnya, bukan?

Teruslah berjuang dan menginspirasi orang-orang. Suatu ketika aku ingin menuliskan kisahmu dan dibukukan. Agar banyak orang belajar darimu tentang ketegaran, menghargai hidup, dan rasa syukur atas kehidupan yang diberikan Tuhan.
Terima kasih karena kisahmu memberiku pelajaran betapa berharganya hidup untuk disiakan.

Salam untuk permata hatimu kini, semoga doa kalian diijabahi. Bisa segera bersama dan nggak jauh-jauhan lagi. Berjuang bersama dalam satu kapal, melayari lautan kehidupan hingga finish di pelabuhan terakhir seperti yang digariskan Tuhan.
Pesanku jangan pernah bikin status mengerikan lagi. Ungkapkan optimisme tiap hari. Agar aliran positifnya melingkupimu tiap hari.

Untukmu ijinkan aku bernyanyi…

Lebih dari cinta yang pernah kuberi
Lebih dari rindu yang pernah kurasa
Masih banyak waktu yang kan dijalani
Masih banyak rahasia kehidupan
Tuk kita

Ku akan selalu mencintaimu
Sampai aku tinggalkan dunia ini
Ketulusanku takkan berubah
Walau kita tak mungkin untuk bersatu
(ya iyalah, mana cukup hati, rumah dan duitmu untuk kami berempat belas orang? Itu yang terdeteksi, nah yang enggak…Hahahaha)

Selamanya…

(Lyric : taken from Ketulusan-Reza Arthamevia)


Untuk sahabatku TA, disudut Jakarta

*hearing My Chemical Romance Welcome to The Black Parade (my favourite song), Apocalyptica (Paint It Black), Vanessa Mae (Storm), Vivaldi (The Four Seasons-Autumn), Taro Hakase, Colbie Caillat, Reza Arthamevia (Ketulusan)

pic taken from : http://www.flickr.com/photos/batega/1865482908/

No comments:

Post a Comment